KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah yang telah memberikan kenikmatan dan kekuatan sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat diiringi salam semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad Saw, beliaulah pembawa Agama yang sesungguhnya, kendati
pun demikian ajarannya tetap memerintahkan agar bertoleransi dengan umat agama
lain seperti yang termaktub dalam kitab sucinya QS. Al-Hujurat : 11, juga
menginformasikan bahwa tidaklah ada paksaan dalam beragama, sebagaimana jelas
dalam QS. Al-Baqarah : 256.
Tidak
mudah mendefinisikan Agama, apalagi di dunia ini kita menemukan kenyataan bahwa
agama amat beragam. Pandangan seseorang terhadap agama, ditentukan oleh
pemahamannya terhadap ajaran agama itu sendiri. Hal ini terbukti ketika
pengaruh gereja di Eropa menindas para ilmuwan akibat penemuan mereka yang
dianggap bertentangan dengan kitab suci, para ilmuwan tersebut pada akhirnya
menjauh dari agama bahkan meninggalkannya.
Namun,
pada hakikatnya, agama merupakan bagian dari aspek-aspek penting kegiatan
manusia bahkan dianggapnya sebagai kebutuhan untuk pegangan yang pasti dalam
menjalani kehidupan ini. Jika ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya,
maka agama menyesuaikan dengan jati dirinya. Demikian kata filosof muslim Murtadha
Muthahhari dalam menjelaskan sebagian fungsi dan peranan agama dalam hidup ini
yang tidak mampu diperankan oleh ilmu dan teknologi.
Oleh
karena itu, keberagaman agama di dunia ini perlu dipelajari dan dipahami
mengingat pentingnya pula toleransi antar sesama umat manusia demi terciptanya
kerukunan serta kesejahteraan hidup. Adapun yang akan kami sampaikan dalam
makalah ini, akan mengupas sedikit banyaknya mengenai agama Konfusianisme atau
lebih dikenal dengan agama Kong Hu Cu.
Kami
sadar betul akan pengetahuan kami yang belum mumpuni dalam wawasan mengenai
agama yang dibahas dalam makalah ini. Ia hanya wawasan agama Kong Hu Cu yang
diwawas, diamati, dan ditinjau oleh penulis atau diangkat dari beberapa sumber.
Oleh sebab itu, sanggahan ataupun kritikan Ibu dosen serta para rekan Mahasiswa
terhadap tulisan makalah ini sangat kami harapkan demi terciptanya isi
penjelasan yang lebih tepat dan sesuai dengan penjelasan yang sebenarnya.
Ciputat,
14 September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
...........................................................................................................1
Daftar Isi ....................................................................................................................2
Pendahuluan ................................................................................................................3
Pembahasan
A. Latar Belakang Sejarah dan Pembawa Agama Kong
Hu Cu …………….4
a. Asal-usul Agama Konfusianisme (Konghucu) …………………….4
b. konsep Ketuhanan dalam Agama Konghucu ………………………8
c. Penyebaran dan Perkembangan Agama Konghucu di Indonesia ......9
d. Etika dalam Agama Konghucu ……………………………………11
B. Kitab-kitab Suci Agama Kong Hu Cu ………………...………………... 12
a. Su Si / Shi Su (Empat Buku) ...……………………………….......13
b. Ngo King (Lima Kitab) ………………………………………..… 15
c. Hauw King / Xiao
Jing (Kitab Bakti) ………………………..…... 17
C. Ajaran-ajaran Pokok Agama Kong Hu Cu ...…………………………….17
a. Ajaran tentang
Ketuhanan …………..…………………………… 17
b. Ajaran tentang Keimanan
…………..……………………………. 18
c. Ajaran tentang Hidup
setelah Mati ..……………………………... 19
D. Sekte-sekte Agama Kong Hu Cu ………………………………………...20
Kesimpulan ..............................................................................................................21
Daftar Pustaka .........................................................................................................22
PENDAHULUAN
Kong Hu Cu atau konfusis adalah
seorang ahli filsafat Cina yang terkenal sebagai orang pertama pengembang
sistem memadukan alam pikiran dan kepercayaan orang Cina yang mendasar.
Ajarannya menyangkut kesusilaan perorangan dan gagasan bagi pemerintahan agar melaksanakan
pemerintahan dan melayani rakyat dengan teladan perilaku yang baik.
Agama
Konfusius atau Kong Hu Cu atau Konfusianisme adalah agama yang paling tua di
Cina, tetapi bukan merupakan satu-satunya agama di sana. Sebagaimana sering
dinyatakan dalam suatu pepatah Cina, yang menyatakan bahwa Cina mempunyai tiga
agama tetapi yang tiga itupun sebenarnya hanya satu. Tiga agama yang dimaksud
adalah Konfusianisme, Toisme dan Budhisme. Pepatah tersebut berarti bahwa di
Cina ketiga agama tersebut telah saling penagruh mempengaruhi satu sama lain,
sehingga sulit dan sukar membicarakan salah satunya tanpa mengaitkannya dengan
yang lain.
Pada
abad ke-6 sebelum masehi, kehidupan agama dan moral masyarakat Cina sudah
sedemikian merosot. Kebudayaan dan peradaban yang sebelumnya telah dibangun
dengan susah payah oleh dinasti-dinasti sebelumnya, kini tinggal hanya
merupakan bayangan saja. Pada
saat itu kehadiran Kong Hu Cu merupakan jawaban terhadap kondisi masyarakat
yang sudah melampaui batas-batas kemanusiaan, sehingga terpanggil untuk
membangkitkan kembali agam Ru, agama orang lembut, bijak dan terpelajar. Karena
itu, tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa Kong Hu Cu berpusat pada
kemanusiaan dan keduniakinian atau kurang memperhatikan hari kemudian. Memang Kong
Hu Cu lebih menitikberatkan tentang apa yang harus dikerjakan manusia di dunia
ini. Hari kemudian adalah refleksi hari ini. Hasil semua perbuatan di dunia
kini akan dipanen di hari akhir. Titik berat kekinian dan kemanusiaan itu
merupakan dorongan bagi pemeluknya untuk menjadi orang bijak ban bajik, baik
terhadap orang tua, keluarga, tetangga maupun negaranya.
Dalam
mengajarkan ajaran-ajarannya ia tidak suka mengkaitkan dengan paham ketuhanan,
ia menolak membicarakn tentang akhirat dan soal-soal yang bersifat metafisika,
ia hanya seorang filosof sekuler yang mempermasalahkan moral kekuasaan dan
akhlak pribadi manusia yang baik. Namun, dikarenakan ajaran-ajarannya lebih
banyak mengarah pada kesusilaan dan mendekati ajaran keagamaan maka ia sering
digolongkan dan dianggap sebagai pembawa agama.
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Sejarah dan Pembawa Agama Kong Hu Cu
a. Asal
Usul Agama dan pembawa ajaran Konfusianisme
Agama Khonghucu dalam dialek Hokkian
disebut dengan Ru Jiao atau Ji Kauw yang berarti agama bagi umat yang lembut hati.
Secara bahasa Awalnya agama ini
bernama Ru jiao (教儒). Huruf Ru (儒) berasal dari kata (亻-人) ‘ren’ (orang) dan (需) ‘xu’ (perlu) sehingga berarti ‘yang diperlukan orang’, sedangkan
‘Ru’ sendiri bermakna (柔) ‘Rou’ lembut budi-pekerti, penuh susila, (优) ‘Yu’–Yang utama, mengutamakan perbuatan baik, lebih baik, .和 He – Harmonis, Selaras, 濡 Ru – Menyiram dengan kebajikan, bersuci diri,.
‘Jiao 教 berasal
dari kata ‘xiao’孝 (berbakti) dan 文 ‘wen’ (sastra, ajaran). Jadi ‘jiao’ berarti ajaran/sastra untuk
berbakti. Maka Ru jiao adalah ajaran/agama untuk berbakti bagi kaum lembut budi
pekerti yang mengutamakan perbuatan baik, selaras dan berkebajikan. Agama
Khonghucu merupakan bimbingan hidup yang diberikan Thian (Tuhan Yang Maha Esa)
yang diturunkan kepada para Nabi dan para Suci Purba serta digenapkan dan
disempurnakan oleh Nabi Khonghucu. Ru jiao (Agama Khonghucu) ada jauh sebelum Sang Nabi
Kongzi lahir. Dimulailah dengan sejarah (2952 – 2836 SM), Shen-nong (2838 –
2698 SM), Huang-di (2698 Nabi-Nabi suci Fuxi – 2596 SM), Yao (2357 – 2255 SM),
Shun (2255 – 2205 SM), Da-yu (2205 – 2197 SM), Shang-tang (1766 – 1122 SM),
Wen, Wu Zhou-gong (1122 – 255 SM),
sampai Nabi Agung Kongzi (551 – 479 SM) dan Mengzi (371 – 289 SM). Para nabi
inilah peletak Ru jiao (agama
Khonghucu). Sedangkan Nabi Kongzi adalah penerus, pembaharu dan penyempurna
Agama Khonghucu. Dalam Agama Khonghucu setidaknya dikenal ada 29 nabi, mulai
dari Fu Xi sampai Khongcu (dari 2953 Sebelum masehi s/d 551 sebelum masehi).
(bila dihitung dengan tahun sebelum masehi.
Sekitar abad 16 M, Matteo Richi, salah satu misionaris dari Italia
melihat bahwa diantara nabi-nabi dalam Ru Jiao, Nabi Khonghuculah yang
terbesar. Sejak saat itu istilah Confuciansm, Konfusianisme lebih populer dan
di indonesia dikenal sebagai Agama Khonghucu. Menurut kosa katanya sendiri, Ru
Jiao berarti agama yang mengutamakan kelembutan atau keharmonisan. Di dalam
Kitab Yangzi Fa diartikan sebagai Tong Tian Di Ren atau yang menjalinkan Thian
(Tuhan), Di (Alam, Bumi) dan Ren (Manusia). Agama Khonghucu merupakan Agama
Monoteis. Agama tersebut hanya mengenal satu Tuhan, yakni dikenal dengan
istilah THIAN (Tuhan Yang Maha Esa), Shang Di (Tuhan Yang Maha Kuasa ).
Untuk memahami Agama Khonghucu, terlebih dahulu
kita wajib mengetahui sejarahnya sejak dari awal sampai sekarang. Dari beberapa
literatur dapat diketahui bahwa Nabi Khonghucu merupakan tokoh penerus dan yang
menyempurnakan Ji Kau (Agama
Khonghucu), bukan penciptanya. Jalan suci Giau ( 2355 SM – 2255 SM) dan Sun (2255 SM- 2205 SM). Ji kau (Agama Khonghucu) diturunkan
Tuhan Yang Maha Esa dengan wahyu-wahyu yang diterima para Nabi dan Raja Suci
Purba. Dalam Ji Kau (Agama
Khonghucu), Nabi Khonghucu adalah Nabi besar terakhir yang telah menerima Wahyu
(Thian Sik) dan yang dipilihNya menjadi Bok Tok atau Genta RokhaniNya yang
memberitakan Firman Tuhan Yang Maha Esa bagi manusia. Ia telah dijadikan
sebagai Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sing
Jien atau Nabi utusan-Nya yang meneruskan dan menyempurnakan ajaran suci
dan sabda para Nabi.
Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa Agama Khonghucu muncul
bukan pada zaman Nabi Khonghucu, melainkan sudah diturunkan Tuhan puluhan ribu
abad/ ribuan tahun sebelum kehidupan Nabi Khonghucu. Pendiri dinasti Xia
(2205-1766 SM) yang dikenal sebagai bapak Agama Ji (Ru Jiao) penulisan terakhir
oleh tokoh penegak Ru Jiao, Meng Zi dalam Kitab Bingcu (Mengzi) Kitab Keempat
Si Shu. Maka perlu digaris bawahi bahwasannya sejarah suci Ji Kau ini tidak
identik sekedar dengan sejarah peradaban dan kebudayaan umat manusia di era
Tiongkok Purba, melainkan kehendak Khalik Yang Maha Tinggi, Siang Tee (Shang
Di) Merupakan sejarah Wahyu WahyuNya melalui Sheng Ren (Nabi) di dalam Ru Jiao.
oleh karenanya merupakan asal muasal tumbuh kembangnya Agama yang diwayuhkan
Tuhan bagi insan, yang lembut hati, beriman serta bersifat mulia dan abadi,
maka disebut sejarah Suci Ru Jiao beserta Kitab–Kitab SuciNya. Apabila masih terjadi perdebatan apakah ajaran
Konfusius ini suatu agama atau merupakan suatu etika jawabannya jelas
tergantung pada bagaimana kita merumuskan arti agama itu dengan perkataanya.
Adapun
mengenai biografi nabi Konghucu, ia adalah seorang nabi yang hidup sekitar 2500 tahun
yang lalu, lahir pada bulan delapan tanggal 27 lemlik 551 SM dan wafat pada
bulan dua tanggal 18 lemlik, 479 SM beliau lahir di negeri Lo (bagian tengah
jazirah Shantung). Ayahnya bernama Khong Hut, alias Siok Liang seorang perwira
keturunan bangsawan negeri Song. Dia seorang perwira di negeri Lu yang
berperawakan kekar dan perkasa , berwatak jujur, sederhana dan taat kepada
Tuhan, berbakti kepada leluhur dan mencintai tenggang rasa kepada sesamanya.
Ibunya bernama Gan Tien Tjay. Nama beliau yang sebenarnya ialah Khiu yang
berarti bukit, alias Tong Ni yang artinya anak nomor dua dari bukit Ni. Beliau
adalah anak bungsu, mempunyai Sembilan orang kakak perempuan dan seorang kakak
laki – laki.
Nabi Kongzi bermarga Kong berawal ada pejabat yang bernama Kongjia
pada masa pemerintahan Kaisar Huang Di (2697-2597) keturunan Kong Jia ini
kemudian menggunakan Kong sebagai marganya Cheng Tang yang bernama Lu dari
dinasti Shang ( 1600-1100 SM ). Ketika Konghucu berusia empat tahun, ia bermain
dengan teman- teman sebayanya. Dalam bermain, ia senang memimpin teman-temannya
dalam menirukan orang– orang dewasa melakukan upacara sembahyang. Pada ibunya
ia pernah meminta alat alat sembahyang tiruan yang disebut Coo dan Too.
Menurut pokok pikiran Konfusianisme, peningkatan
kesejahteraan manusia harus dimulai dengan pembinaan seseorang melalui
pendidikan. Kemudian, peningkatan ini melangkah menjadi aturan hidup keluarga
dan kehidupan bangsa bagi ketenangan dunia dan pada puncaknya bagi terciptanya
kesejahteraan yang di idam–idamkan. Menurut Konfusianism, alam manusia akan
terjelma dengan baik lewat cinta kasih orang tua dan anaknya. Oleh karena itu,
penekanan dengan anaknya baik di sekolah maupun di masyarakat. Apabila
seseorang terhadap orang tuanya, dia dapat diharapkan patuh terhadap penguasa,
baik terhadap saudaranya dan dapat dipercaya oleh teman temannya.
Konfusius ingin menciptakan suatu tradisi yang
baik sehingga orang yang mengikuti tradisi ini akan dapat hidup lebih baik. Oleh
karena itu, beliau selalu belajar dari hal- hal yang kuno sebagai cermin bagi
masa berikutnya penanggalan dinasti Xia yang dianjurkan Nabi Kongzi
akhirnya benar–benar digunakan hingga masa sekarang ini. Setelah kaisar Han Wu
Di dari dinasti Han, beberapa abad setelah nabi wafat, memutuskan untuk
menggunakan penanggalan dinasti Xia.10 Penanggalan tersebut sekarang lebih dikenal
dengan penanggalan Imlek. Selama 13 tahun (497-484 SM) beliau bersama dengan
sekelompok murid–muridnya melakukan perjalanan dari satu negeri ke negeri lain.
Di dalam perjalanannya tersebut ia seringkali mengalami kegagalan dan
kekecewaan. Walaupun begitu, beliau tidak pernah kehilangan keyakinannya pada
jalan suci Tuhan dan dalam menjalankan misinya di dunia ini Konfu Zi percaya
bahwa Tuhan adalah tujuan akhir berhubungan dengan masalah–masalah manusiawi.
b.
Konsep
Ketuhanan Agama Konghucu
Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkirakan
dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang tanpa Dia. Dilihat tiada
nampak, didengar tidak terdengar, namun dapat dirasakan oleh orang beriman.
Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan)
; Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha
Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen)[13]
Ajaran-ajaran
dalam kitab Su Si tidak begitu banyak memuat hal-hal yang berkaitan dengan
konsep metafisika. Ajaran metafisika justru banyak bersumber pada kitab klasik,
kitab yang sudah ada sebelum Khongcu lahir. Yang dimaksud dengan ajaran
metafisika di sini ialah ajaran yang mencakup konsep tentang Tuhan, manusia,
alam semesta dan konsep tantang hidup sesudah mati.[14]
Tuhan dalam ajaran Konghucu sering disebut Thian atau Tee, yang artinya Tuhan
Yang Maha Besar atau Tuhan Yang Maha Menguasai Langit dan Bumi. Di dalam kitab
Ngo King biasa diberi kata sifat sebagai berikut:
1. Siang
Thian - artinya Thian Yang Maha Tinggi
2. Hoo
Thian - artinya Thian Yang Maha Besar
3. Chong
Thian - artinya Thian Yang Maha Suci
4. Bien
Thian - artinya Thian Yang Maha Pengasih
5. Hong
Thian - artinya Thian Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta
6. Siang
Tee - Tee Yang Menciptakan Alam Semesta.[15]
Kongcu sendiri percaya adanya Thian yang selalu harus
dihormati dan dipuja karena Dialah yang menjaga alam semesta. Oleh karena itu,
manusia harus melakukan upacara-upacara keagamaan sederhana dan sekhidmat
mungkin agara mendapatkan berkah dari Thian. Dalama kaitan ini, umat manusia
harus mencermati dan meneladani tingkah laku orang tua, karena menurut ajaran
Konghucu orang tua adalah wakil Thian. Dengan adanya kepercayaan kepada Thian
yang oleh pemeluknya diterjemahkan sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Konghucu dapat
dikelompokkan ke dalam kepercayaan monotheis. Kepercayaan ini bersifat
dogmatik, yang diyakini umatnya berdasarkan wahyu (agama langit).
Selain kepercayaan terhadap Thian dalam ajaran
Konghucu terdapat juga kepercayaan terhadap para malaikat (dewa-dewa), roh-roh
suci dan para nabi. Para penganutnya perlu melakukan penghormatan, sesajian dan
peribadatan mereka.[16]
Soal Ketuhanan, soal hari kiamat dan akhirat, soal hidup sesudah mati tidak
pernah disinggung-singgung.
Adapun
yang dimuliakan dan dipuja oleh mereka adalah alam
(termasuk roh-roh, dewa-dewa, gunung, sungai-sungai, angin), leluhur (termasuk kebaktian teman), dan langit (ahli-ahli
sejarah agama menganggap bahwa dewa langit adalah yang tertua)[17]
.
Menurut Kong Hu Cu hidup ini ada dua nilai, yaitu Yen
dan Li. Yen artinya cinta atau keramahtamahan dalam hubungan dengan seseorang,
sedangkan Li artinya keserangkaian antara perilaku, ibadah, adat istiadat, tata
krama dan sopan santun. Kong
Hu Cu mengatakan bahwa ada tiga hal yang menjadi tempat orang besar, yaitu
kagum terhadap perintah Tuhan, kagum terhadap orang-orang penting, dan kagum
terhadap kata-kata orang bijaksana. Orang yang tidak kagum terhadap tiga hal
tersebut atau malah tidak berperilaku sopan dan menghina kata-kata bijaksana
adalah orang-orang yang picik.[18]
c.
Penyebaran
dan
Perkembangan Agama
Konghucu di Indonesia
Berdasarkan
bukti-bukti sejarah dapat diketahui bahwa hubungan antara Tiongkok atau Cina
sekarang dengan Indonesia telah terjadi sejak zaman prasejarah dan berlangsung
sedemikian rupa sehingga mencapai taraf akulturasi yang relatif sempurna. Ini
berarti bahwa pada waktu itu kedatangan orang-orang Tiongkok ke Nusantara
diterima secara terbuka. Dan oleh karena sejak tahun 136 SM, agama Konfusius
ditetapkan sebagai agama negara, maka orang-orang Cina yang datang ke Nusantara
pada masa-masa sesudahnya juga membawa sistem budaya dan agama Konfusianisme,
yang di Indonesia dikenal dengan sebutan agama Kong Hu Cu. Para perantau Cina
ini menyebar di beberapa kepulauan Nusantara, kemudian mendirikan
lembaga-lembaga agama seperti abu untuk menghormat arwah leluhur dan
kelenteng-kelenteng. Demikianlah di daerah seperti Ujung Pandang, Manado,
Jakarta, Tuban, Rembang, Lasem dan sebagainya dapat ditemukan
kelenteng-kelenteng yang usianya sudah sangat tua.
Pada
zaman penjajahan, perkembangan agama Konghucu di Indonesia ditandai dengan
berdirinya beberapa organisasi yang berusaha untuk memajukan agama tersebut
dikalangan para pemeluknya. Sebagai missal, pada tahun 1918 di Sala berdiri
sebuah lembaga agama Kong Hu Cu yang dissebut Khong Kauw Hwee, yang pada tahun 1925 mendirikan suatu lembaga pendidikan
agama. Usaha untuk memajukan dan mempersatukan paham Konfusius di Indonesia ini
pada tahun-tahun berikutnya tetap giat dilakukan melaui konperensi-konperensi
yang disselenggarakan di beberapa kota, seperti Sala, Yogyakarta, Bandung dan
lain-lain. Teatpi, dengan meletusnya Perang Dunia ke II dan masuknya
balatentara Jepang ke Indonesia, kegiatan-kegiatan Khong Kauw Hwee secara nasional menjadi praktis terhenti.
Setelah kemerdekaan, lembaga-lembaga
agama Konghucu yang pada masa-masa sebelumnya hampir lumpuh mulai memperlihatkan
keaktifannya kembali. Pada tanggal 11-12 Desember 1954
di Sala diadakan konferensi antar tokoh-tokoh Agama Khonghucu untuk
membahas kemungkinan ditegakkan kembali Lembaga Agama Khonghucu secara Nasional
setelah tidak ada kegiatan semenjak pecahnya perang dunia ke II dan
masuknya Jepang ke Indonesia. Akhirnya pada konferensi yang diselenggarakan di
Sala pada tanggal 16 April 1955 disepakati dibentuk kembali Lembaga Tertinggi
Agama Khonghucu Indonesia dengan memakai nama Perserikatan K’ung Chiao Hui
Indonesia yang diketuai Dr. Sardjono.
Sejak berdirinya secara periodik
diadakan Kongres/MUNAS. Pada awal pemerintahan Orde Baru, tepatnya tanggal
23-27 Agustus 1967 telah diadakan Kongres ke-VI di mana Soeharto yang pada
waktu itu sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia berkenan memberikan
sambutan tertulis yang antara lain mengatakan bahwa, "Agama Konghutju
mendapat tempat yang layak dalam negara kita jang
berlandaskan Pantjasila ini.”
Namun, pada kenyataannya masa Orde
Baru adalah catatan sejarah terburuk bagi perkembangan Hak Asasi Manusia di
Indonesia. Pada masa itu terjadi diskriminasi bagi penganut agama Khonghucu di
Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya Instruksi Presiden Nomor 1470/1978
yang pada intinya mengungkapkan bahwa pemerintah hanya mengakui lima agama
yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Sebelumnya dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1969 yang mengakui adanya enam agama di Indonesia yaitu: Islam,
Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Pengaturan dalam Undang-Undang
ini sama dengan Penetapan Presiden Nomor 1. Pn. Ps. Tahun 1965 yang mengakui
enam agama. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden tersebut, secara tidak
langsung telah menyingkirkan agama Khonghucu yang pada sensus tahun 1976
penganutnya mencapai jumlah satu juta orang. Hal tersebut di atas telah membuat
beberapa hak asasi dari penganut agama Khonghucu telah dilanggar. Kebebasan
untuk memeluk agama, beribadah, hak-hak sipil, banyak dilanggar dengan adanya
Instruksi Presiden Nomor 1470/1978. Instruksi Presiden ini seakan telah menyingkirkan
umat Khonghucu.Hal ini masih diikuti beberapa pengaturan lain yang makin
mediskriminasikan umat Khonghucu.
Selama lebih dari 20 tahun umat Khonghucu
terombang-ambing dengan ketidakpastian. Akhirnya, pada masa reformasi, Presiden
K.H. Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000
tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama,
Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Dengan adanya Keppres ini, umat Khonghucu
dapat menjalankan segala sesuatu yang berkaitan dengan agamnya tanpa rasa takut
lagi. Kemudian pengakuan Khonghucu sebagai agama membawa dampak yang amat
banyak dalam perkembangan Hak Asasi Mansia di Indonesia. Tidak hanya berhenti
pada pengakuan agama saja namun juga diperbolehkannya budaya Cina untuk dipelajari
dan dipertunjukkan di Indonesia. Berbagai pengakuan seperti pemberian hak-hak
sipil dan erpolitik, serta ekonomi sosial dan budaya yang pada masa sebelumnya
tidak pernah didapatkan oleh etnis Tionghoa, mulai didapatkan pada era
reformasi ini.
Pengakuan agama Khonghucu di Indonesia saat ini baru
berlangsung sekitar sepuluh tahun. Kemungkinan masih ada kebijakan-kebijakan
pemerintah orde baru, yang dirasa merugikan dan tidak adil bagi kaum minoritas
seperti kaum Khonghucu dan etnis Tionghoa. Peraturan yang demikian haruslah
segera dicabut ataupun direvisi untuk memberikan hak-hak masyarakat pada
umumnya, dan Warga Negara Indonesia pada khususnya.
d. Etika Dalam Agama Konghucu
Dengan
dasar keimanan Agama Khonghucu, diturunkanlah ajaran moral dan etika yang
langsung menyangkut prilaku di dalam penghidupan yang bersifat praktis. Dalam hal ini wajib dicamkan bahwa betapapun indah,
praktis dan bermanfaatnya ajaran itu, tanpa dasar keimanan yang mantap maka
akan menjadi dangkal dan gersang. Sayangnya, banyak orang mempelajari dan
melihat Agama Khonghucu hanya dari segi moral dan etika yang bersifat praktis
saja tanpa mau tahu dasar keimanannya. Jelas cara yang demikian itu tidak tepat
dan hasilnya akan jauh dari kebenaran.
Untuk mengenal
ajaran etika Khonghucu secara mendalam, maka kita harus mengenal apa
yang disebut dengan San Kang (tiga hubungan tata karma), Ngo Lun (Lima norma
kesopanan dalam masyarakat ), Pa Te (Delapan sifat mulia atau delapan kebijakan
), pentingnya nilai belajar bagai manusia dan etika terhadap makluk halus.
1. San kang (tiga hubungan tata karma)
Pengertian
dari San Kang atau tiga hubungan tata karma ini adalah :
a. Hubungan raja dengan menteri atau atasan dengan
bawahan
Ungkapan khonghucu :
“seorang raja memperlakukan mentrinya dengan Li (kesopanan atau penuh dengan budi
pekerti yang baik). Seorang mentri
mengabdi kepada raja dengan kesetiaannya.” (Lun Gi III: 19)
Perkataan khonghucu diatas menggambarkan bahwa seorang
pemimpin haruslah bersifat arif dan bijaksana terhadap orang yang dipimpinnya,
dan begitu juga seorang bawahan haruslah dapat menghormati atasannya sebagai
mana layaknya seorang atasan.
b. Hubungan orang tua dengan anak
Khonghucu juga membicarakan tentang hubungan bapak
dengan anak-anaknya, dan juga sebaliknya hubungan anak dengan orang tuanya.
Perkataan khonghucu :
“ Raja berfungsi sebagai fungsi, menteri berfungsi sebagai menteri, ayah berfungsi sebagai ayah dan anak
berfungsi sebagai anak.” (Lun Gi XII: II)
Perkataan khonghucu di atas menggambarkan bahwa dalam
kehidupan sehari-hari , seseorang harus dapat menempatkan fungsi sosialnya
dengan baik.
c. Hubungan suami dengan istri
Bagi Khonghucu hubungan suami dengan istri haruslah juga didasarkan pada
sifat-sifat baik dan terpuji. Seorang suami haruslah dapat menghormati istrinya dan begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata Mencius
di bawah ini :
“Menurut
(mengikuti) sifat-sifat yang benar itulah jalan suci bagi seorang wanita”.
(Mencius III, 2;2) istri yang baik itu adalah istri yang tunduk dan patuh
terhadap printah suaminya, dan istri yang tidak baik adalah istri yang selalu
melanggar perintah suaminya.
Jika seorang istri dapat menuruti perintah suaminya,
bukan berarti suami dapat berbuat sekehendak hatinya, namun suami hendaklah
dapat berbuat yang terbaik untuk istrinya. Bagi khanghucu sebaiknya suami
bersikap sebagai seorang kuncu (manusia budiman) yang dapat menciptakan
keharmonisan dalam rumah tangga.
2. Ngo Lun
(lima norma kesopanan dalam masyarakat)
Ngo Lun itu juga disebut sebagai Wu Luen, yang artinya
juga “lima norma kesopanan dalam masyarakat”. Baik Ngo Lun, maupun Wu Luen,
mempunyai arti yang sama.
Dalam
San Kang dibicarakan tentang:
1. Hubungan raja dengan menteri atau hubungan atasan
dengan bawahan.
2. Hubungan Ayah dengan anak,
3. hubungan suami dengan istri.
Sedangkan,
Dalam Ngo Lun, ketiga hubungan tersebut ditambah dengan dua hubungan lagi
yaitu:
a. Hubungan
saudara dengan saudara
perkataan
Khonghucu tentang hubungan saudara dengan saudara:
“Seorang muda, di rumah hendaklah erlaku
bakti, di luar (rumah) hendaklah bersikap rendah hati, hati-hati sehingga dapat
dipercaya, menaruh cinta kepada masyarakat, dan berhubungan erat dengan orang
yang berperi cinta kasih.” (Lun Gi, I:6)
b. Hubungan teman dengan teman
Khonghucu
mengatakan :
“Ada
tiga macam sahabat yang membawa manfaat dan ada tiga seorang sahabat yang
membawa celaka. Seorang sahabat yang lurus, yang jujur, dan yang berpengetahuan
luas, akan membawa manfaat. Seorang
sahabat yang licik, yang lemah dalam hal-hal baik, dan hanya pandai
memutar lidah akan membawa celaka. (Lun Gi, XIV : 4)
B. Kitab-kitab
Suci Agama Konghucu
Kitab suci merupakan suatu pedoman agama bagi para
pengikut suatu agama. Tanpa kitab suci, sulit bagi kita untuk mengetahui
kebenaran ajaran suatu agama. Kitab suci suatu agama adalah kitab yang
berisikan ajaran moral yang dapat dijadikan pandangan hidup bagi para
pengikutnya.
Kitab suci agama Konghucu sampai pada bentuknya yang
sekarang mempunyai masa perkembangan yang sangat panjang. Kitab suci yang
tertua berasal dari raja suci Giau (2357-2255 SM) dan yang termuda ditulis oleh
Bingcu (wafat tahun 289 SM), meliputi masa sekitar 2000 tahun. Kitab suci yang
berasal dari para Nabi Purba sesuai dengan wahyu yang diterima langsung Nabi
kongcu dari Tuhan Ynag Maha Esa disempurnakan dan dihimpun, kini disebut Ngo
King (Kitab suci yang kelima) sebagai kitab suci yang pokok.
Ajaran-ajaran
Nabi Kongcu dibukukukan oleh para muridnya dan dipertegas oleh Bingcu yang
terhimpun dalam kitab Su Si (Kitab keempat).[24] Dilihat dari ajarannya, Konghucu merupakan kumpulan
ajaran yang bersumber dari ajaran klasik sebelum Kongcu lahir. Menurut
penganutnya, Konghucu merupakan ajaran yang telah diturunkan oleh Thian (Tuhan
Yang Maha Esa) lewat para Nabi dan Raja Suci Purba, ribuan tahun sebelum Kongcu
lahir. Sejak Raja Suci Tong Giau (2357 SM - 2255 SM) dan Gi Sun (2255 SM - 2205
SM) telah diletakkan dasar-dasar agama Konghucu, dengan didampingi oleh Nabi
Koo Yau dan Nabi Ik yang sekarang tersusun dan dapat dibaca dalam Su King
(Kitab Dokumentasi Sejarah Suci).
Di samping Su King (Ajaran Klasik) terdapat juga kitab
Si King (Sajak), Ya King (Kejadian), Lee King (Kesusilaan dan Peribadatan), dan
Chun Chiu King (Sejarah Zaman Chin Chiu). Kelima kitab ini merupakan kitab suci
(Ngo King) klasik yang sudah ada di abad sebelum Kongcu lahir. Kongcu lebih
berperan sebagai penghimpun, penyusun, dan penerus ajaran Raja Suci dan Nabi
Purba. Is bukan pencipta ajaran klasik Ji Kau, sebagaimana dinyatakan dalam
kitab Sabda Suci VII, 1. 2: “Aku hanya meneruskan, tidak mencipta. Aku sangat
menaruh percaya dan suka kepada yang kuno itu.” Dengan demikian apa yang
sekarang disebut ajaran Konghucu atau agama Konghucu (Ji Kau = Ru Chiao)
bukanlah ajaran yang ada dan lahir pada zaman Kongcu hidup, tetapi sudah ada
2068 tahun sebelumnya. Kongcu berperan menghidupkan kembali ajaran klasik.[25]
Kitab Ngo King sendiri diteliti dan dikodifikasikan
pada abad ke-2 SM (2 abad setelah Kongcu wafat), yakni pada zaman Dinasti Han
oleh seorang toloh bernama Tang Tiong Su. Kemudian pada tahun 79 M diperiksa
ulang untuk menyamakan penafsiran Ngo King oleh musyawarah besar tokoh-tokoh
Konghucu yang hasilnya dibukukan dalam sebuah kitab Pik Hau Thong.
Secara substansial kitab-kitab suci tersebut merupakan
sumber dari ajaran Konghucu yang oleh pengikutnya dijadikan pedoman dan acuan
dalam pemikiran, tingkah laku, dan kepercayaan. Kitab suci dianggap sebagai
wahyu dari Thian (Tuhan) yang diturunkan kepada mereka yang dianggap sebagai
nabi. Kumpulan wahyu tersebut oleh para tokoh agamanya telah diteliti dan
dibukukan menjadi kitab suci. Apabila dikelompokkan, esensi kitab-kitab suci
tersebut di atas meliputi metafisika, etika, dan upacara peribadatan.[26]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kitab suci agama Konghucu terdapat 3 kelompok, yakni:
1.
Su Si / Shi Su / Empat Buku
Merupakan
kitab suci yang langsung bersumber pada nabi Kongcu
hingga Bingcu.
Kitab Suci ini terhimpun dan terbukukan dari Nabi Khongcu oleh para penerusnya.
Terdiri dari:
a.
Kitab
Thai Hak / Da Xue (Kitab Ajaran Besar)
Ditulis
oleh Cingcu / Zheng Zi atau Cham / Can alias Cu I / Zi Xing, murid Nabi Khongcu
dari angkatan muda. Terdiri dari 1 Bab utama 10 Bab uraian, 1753 huruf + 134 /
V.Merupakan Kitab Tuntunan panduan pembinaan diri yang berisi tentang etika
dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara dan dunia.
Dalam kata pengantar kitab Thai
Hak tersebut dikatakan bahwa Thai Hak ini adalah kitab warisan mulia
kaum Khong yang merupakan ajaran permulaan untuk memasuki pintu gerbang
kebajikan. Dengan mempelajari kitab Thai Hak ini dapat diketahui cara belajar
orang zaman dahulu. Siapa yang akan mempelajari kitab – kitab lainnya seperti
Lun Yu atau Lun Gi (sabda suci), Tiong Yong atau Zhong Yong (tengah sempurna),
dan Bingcu atau Mencius, dapat mulai dengan mempelajari kitab Thai Hak ini.[27]
b.
Kitab
Tiong Yong / Zhong Yong (Kitab Tengah Sempurna)
Ditulis oleh Cu Su / Zi Shi alias Khong Khiep, cucu
nabi Kongcu.yang kemudian disusun lagi oleh Zi Hi.Terdiri dari satu bab utama
32 bab uraian, 3.568 huruf. Merupakan
kitab keimanan bagi Umat Ji.[28]
Kitab Tiong Yong ini berarti tengah sempurna. “tangah” diartikan “tepat
sasaran”, ditambahkan lagi bahwa “tengah” itu “jalan yang lurus di dunia” dan
“sempurna” adalah “hukm tetap dunia”. Dapat juga dikatakan bahwa “tengah
sempurna” itu adalah berbuat sesuai dengan hukum alam.[29]
Disamping membicarakan mengenai Tiong Yong itu
sendiri, kitab ini juga membicarakan tentang arti agama, Thian (Tuhan Yang Maha
Esa), susilawan (Kuncu), Tuhan dan manusia yang susila (kuncu), serta
membicarakan mengenai keperwiraan , ajaran – ajaran etika, keimanan, jalan suci
Tuhan Yang Maha Esa, dan hukum – hukum yang ada dalam alam ini.
c.
Kitab
Lun Gi / Lu Yu (Kitab Sabda Suci)
Merupakan kumpulan perkataan Khonghucu, yang disusun
para pengikutnya setelah Khonghucu wafat. Kitab ini ada tiga macam, yaitu versi
Naskah Kuno, versi Shi’I, dan versi Lu. Yang kebanyakan dipakai sekarang adalah
versi Lu. Antara ketiga versi itu berbeda-beda.[30]
Secara
umum kitab ini berisi tentang Hak Ji (belajar), Wi Cung (pemerintahan), Pat Let
(tarian/ seni), Li Jien (cinta kasih), nama – nama orang, Hiang Tong (kampong),
dan lain- lain. Secara
khusus Lun Yu berisikan hal – hal yang berhubungan dengan pembicaraan dan
nasehat yang diberikan oleh Khonghucu yang berkaitan dengan kondisi masa itu.[31]
d.
Kitab
Bingcu / Mencius (Kitab Bingcu)
Sebagian ditulis Bingcu sendiri, sebagian merupakan
catatan Ban Ciang / Wan Zhang dan Khongsun Thio / Gong Sunchou, murid-muridnya.
Terdiri dari 7 Bab, masing-masing A dan B, 35.377 huruf. Merupakan kumpulan
tulisan yang mencatat percakapan Bingcu dalam menjalankan kehidupan masa itu
dengan menegakkan ajaran – ajran Khonghucu. Pendirian Bing Cu adalah
mengungkapkan cinta kasih dan kebenaran, menebarkan jalan suci, kebajikan, dan
mengakui Tuhan Ynang Maha Esa (Thian).[32]
2.
Ngo
King / Lima Kitab
Kelompok kedua ini, merupakan kitab-kitab suci yang berasal dari para Nabi
Purba dan Raja Suci, merupakan kitab-kitab Suci yang mendasari agama Khonghucu.
Ngo King ini dihimpun, diperbagus, disusun, dan terbukukan oleh Nabi Khongcu.
Terdiri dari :
a. Kitab Sie King /
Shi Jing (Kitab Sajak)
Kitab ini terdiri dari 39.222 huruf yang berisikan
kumpulan sajak ata nyanyian yang bersifat lagu rakyat yang berasal dari
berbagai negeri, sajak ini dibagi ke dalam empat bagian nyanyian untuk upacara
istana dan nyanyian untuk mengiringi uapacara ibadah, yaitu:Kok Hong ( Nyanyian
Rakyat ), Siau Nge ( Pujian kecil ), Tai Nge (pujian besar), dan Siong (
Pemujaan /Puja).
Sajak
yang tertua berasal dari Dinasti Siang 1766-1122 SM, sedangkan yang termuda
berasal dari jaman Raja Muda Ciu Ting Ong ( 605-586 SM).[33]
Sie King dibagi menjadi 4 Bab, yakni :
- Kok Hong / Guo Feng / Nyanyian Rakyat atau Adat Istiadat
15 Buku 160 Sajak
- Siau Nge / Xiau Ya / Pujian Kecil, pengiring upacara di istana.
8 Buku 80 Sajak
- Tai Nge / Da Ya / Pujian Besar kepada Nabi Ki Chiang / Bun Ong
3 Buku 31 Sajak
- Siong / Song untuk mengiringi upacara peribadahan
3 Buku 40 Saja.
b.
Kitab
Shu King / Shu Jing (Kitab Hikayat)
kitab ini berisikan teks – teks dokumentasi sabda,
peraturan, nasehat, maklumat para nabi dan raja – raja suci purba. Kitab yang tertua berasal
dari zaman sekitar abad ke-23 S.M. dan yang terakhir berasal dari zaman
pertangahan dinasti Ciu, sekitar abad ke-6 S.M.[34]
Su
King terdiri dari 25.700 huruf, tersisa 58 Bab. Terdiri dari 4 Buku 6 Jilid,
yaitu :
1. Gi su, 5 Bab, Hikayat Tong Giau ( 2357 –
2255 SM ) & Gi Sun ( 2255 – 2205 SM ) Didalamnya terdapat Giau Tian (
perundangan Baginda Giau ) dan Sun Tian ( perundangan Baginda Sun ).
2. He Su, 4 Bab, Naskah-Naskah Dinasti He (2205 – 1766
SM )
3.
Siang Su, 17 Bab, Naskah-Naskah Dinasti Siang ( 1766 – 1122 SM ).
4. Ciu Su; A, B, C; 32 Bab, Naskah - Naskah
Dinasti Ciu (1122-255 SM).
c. Kitab Ya King / Ya Jing / I Ching (Kitab
Perubahan)
Kitab ini mengemukakan tentang sistem filsafat yang
fantastis, yang menjelaskan arti dasar tentang Yin (wanita) dan Yang (pria). [35]
d.
Kitab
Li Chi (Kitab tentang
Upacara-upacara)
Konfusius menyetujui beberpa upacara tradisional untuk
mendisiplinkan rakyat dan membawa kehalusan budi, keagungan dan kesopanan ke
dalam tingkah laku social mereka. Ia menyoroti asal – usul dan pentingnya
upacara – upacara kuno dan mengingatkan bahwa Li adalah suatu pernyataan
perasaan. Dengan mengkritik praktek –praktek yang merendahkan derajat, ia
menyatakan bahwa Li tanpa perasaan adalah tidak lain daripada upacara – upacara
yang pura – pura saja.
e.
Kitab
Chu’un Chi’ii / Sejarah Musim Semi
dan Musim Rontok
Berisi catatan kronologis tentang peristiwa –
peristiwa di negeri Lu mulai tahun pertama pemerintahan Pangeran Yiu (722 S.M.)
hingga tahun keempat belas dari pemerintahn Pangeran Ai (481 S.M). menurut Chu
Chai, tema pokok kitab ini adalah menempatkan noram – norma pemerintahan yang
baik, menetapkan kembali pangeran – pangeran yang merebut kekuasaan di tempat
mereka semula dan menghukum menteri – menteri yang berbuat salah sehingga
perdamaian dunia dan persatuan dapat dipulihkan.[36]
Selain Kitab Ngo King dan Su Si, ada 1 kitab lagi yang
tidak boleh tidak dipentingkan. Yaitu:
3.
Hauw King / Xiao Jing (Kitab Bakti)
Ditulis oleh Cingcu, murid Nabi Khongcu yang terdiri
dari 18 Bab. Berisi percakapan Nabi Khongcu dengan Cingcu. Merupakan Ajaran
tentang Berbakti dan Memuliakan Hubungan. Zaman dahulu, seorang murid wajib memulai pendidikan
dengan belajar Hauw King, baru kemudian belajar Su Si dan terakhir Liok King /
Liu Jing / Enam Untaian / Himpunan Kitab ( atau yang dikenal sebagai Ngo King).[37]
C.
Ajaran-ajaran Pokok Agama Kong Hu Cu
Kong Hu cu mengembangkan ajaran-ajaran tentang
ketuhanan , keimanan , dan tentang kehidupan setelah kematian. Adapun
penjelasannya seperti dibawah ini:
- Ajaran tentang ketuhanan
Dalam Khonghucu sendiri istilah Tuhan disebut dengan
Thian. Dalam kitab-kitab agama Khonghucu terdapat banyak berbicara tentang
Thian atau Tuhan YME. Diantaranya terdapat dalam kitab She Cing (kitab puisi).
Dalam kitab ini banyak berbicara tentang Tuhan YME. Yang dalam umat Khonghucu
disebut dengan Thien dan Shang Ti. Ada sebuah syair dari kitab She Cing
tersebut yaitu :
“kekuasaan dan bimbingan dari Thian (Tuhan YME) sangat
luas dan dalam hal ini diluar jangkauan suara, sentuhan, atau penciuman” (She
Cing IV Wen Wang 1/7).
“Oh, betapa besarnya Shang Ti (Tuhan Yang Maha Kuasa),
berkahnya tercurahkan kebumi, dengan pandangan yang menyeluruh dengan perhatian
yang seksama mengatur segala makhluk didunia agar hidup dalam berkecukupan (She
Cing IV Wen Wang VII/I)”
Syair diatas, ditulis jauh sebelum Khonghucu lahir,
menurut perkiraan para ahli sejarah, Syair-syair tersebut ditulis kira-kira
1000 tahun sebelum kelahiran Khonghucu atau sekitar tahun 1550 SM. Dari syair
diatas bahwa dapat dikatakan bahwa karya-karya klasik yang ditulis 1000 tahun
sebelum kelahiran Khonghucu tersebut, sudah mengenal konsep Tuhan yang mereka
kenal dengan Thien dan Shang Ti.
Istilah Tuhan paling jumpai dalam kitab Su Cing dan
She Cing, bahkan beberapa kali diulang kata Thien dan Shang Ti, didalam kitab
tersebut istilah Thien dijumpai sebanyak 85 kali dan istilah Shang Ti dijumpai
sebanyak 336 kali. Ini menunjukan bahwa umat Khonghucu juga memiliki konsep
theistik. Atau sebelum Khonghucu lahir punsudah memiliki konsep Tuhan sendiri,
mereka gambarkan konsep Tuhan sebagai suatu zat maha tinggi yang bisa mengatur
kehidupan manusia dibumi ini atau sebagai zat yang menciptakan adanya alam ini.[38]
Agama Konghucu adalah agama monoteis, percaya hanya
pada satu Tuhan, yang biasa disebut Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shangdi
(Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkiarakan
dan ditetapkan. Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha
Pencipta (Yuan) ; Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng) ; Maha
Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya
(Zhen). Banyak sekali bahwa Khonghucu berbicara tentang Tuhan, ini dilihat dari
beberapa banyak kitab-kitabnya. Umat Khonghucu pun juga mengenal istilah Thian
Li dan Thian Ming.
Thian Li adalah Tuhan Yang Maha Esa atau sesuatu yang absolut, yang mutlak dab
tidak dijadikan oleh siapa pun. Segala sesuatu yang ada dialam semesta ini
berjalan menurut hukum-hukumnya (Thien Li), istilah Thian Li ini sebenernya
bersumber pada pada pengertian Thian yang mengalami penafsiran atau perluasan
pada masa Neo-Konfusianisme. Jadi Thian Li itu sendiri bukanlah nama lain dari
Thian. Akan tetapi dekat dengan pengertian firman Thian atau hukum-hukum dan
peraturan yang bersumber dari Thian.
Thian Ming dapat diartikan sebagai sesuatu yang telah dijadikan atau sesuatu
yang telah terjadi. Pangeran Chou pernah mengajarkan Thien Ming, yang isinya
bahwa Thien memberikan ketetapan kepada seseorang untuk memimpin bangsa atau
negara. Artinya bahwa seorang manusia harus menjalankan tug a dan kewajibannya
sesuai dengan kehendak Tuhan atau Thian. Intinya yaitu melakukan kebajikan,
bila seseorang tidak menjalankan kebajikan tersebut maka ia kehilangan amanat
dan tugas, artinya gagal dalam kehidupan ini, dan sebaliknya bila menjalankan
atau mengembangkan maka ia dikatakan sebagai manusia yang berhasil dalam
kehidupannya, yaitu menjadi keharmonisan dalam hidupnya.[39]
- Ajaran tentang keimanan
Dalam agama Kong Hu Cu ada yang disebut pengakuan
Iman, diantaranya ada delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama
Khonghucu:
1.
Sepenuh Iman
kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
–
Sing Sien Hong Thian ( sepenuh iman percaya
tehadap Tuhan Yang Maha Esa).
– Bu Ji Bu Gi ( jangan mendua hati, jangan
bimbang).
– Siang Tee Liem Li ( Tuhan Yang Maha Tinggi
Besertamu).
2.
Sepenuh Iman
menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
– Sing Cun Khoat Til ( sepenuh iman menjunjung
kebajikan).
– Bu Wan Hut Kai ( tiada jarak jauh tak terjangkau).
– Khik Hiang Thian Siem ( sungguh hati Tuhan
merahmati).
3.
Sepenuh Iman
Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
– Sing Liep Bing-bing ( sepenuh iman menegakkan firman
gemilang)
– Cun Siem Yang Sing ( jagalah hati, rawatlah watak
seajati).
– Cik Tu Su Thian ( mengabdi Tuhan)
4.
Sepenuh Iman
Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
– Sing Ti Kwi Sien ( sepenuh iman sadar adanya nyawa
dan roh).
– Cien Siu Kwa Yok ( tekunlah membina diri, kurang
keinginan).
– Hwat Kai Tiong Ciat (bila nafsu timbul, jagalah
tetap terbatas tengah).
5.
Sepenuh Iman
memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
– Sin Yang Haw Su ( sepenuh iman merawat cinta
berbakti).
– Liep Sien Hing Too ( tegakkan didi menempuh jalan
suci).
– I Hian Hu Boo ( demi memuliakan Ayah Bunda).
6.
Sepenuh Iman
mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
– Sing Sun Bok Tok ( sepenuh iman mengikuti genta
rohani).
– Ci Cun Ci Sing ( yang terjunjung, Nabi agung).
– Ing Poo Thian Bing ( yang dilindungi firman Tuhan).
7.
Sepenuh Iman
memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
– Sian Khiem Su Si ( sepenuh iman memuliakan SuSi).
– Thian He Tai King ( kitab suci besar dunia).
– Liep Bing Tai Pun ( pokok besar tegakkan firman).
8.
Sepenuh Iman
menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
- Sing Hing Tai Too ( sepeunuh iman menempuh jalan
suci yang Agung)
- Su Ji Put Li ( sekejap pun tidak terpisah).[40]
- Ajaran tentang hidup setelah mati
Dalam masyarakat Cina yang menganut paham
konfucianisme, ide tentang Tuhan dan kehidupan setelah mati tidak ditolak, dan
juga tidak ditekankan untuk diketahui. Dalam pikiran orang Cina langit dan
kehidupan orang setelah mati tidak begitu dibahas secara terperinci. Dalam trdisi
orang Cina juga dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam upacara kematian,
mereka mempersembahkan berbagai korban untuk para leluhur atau para roh-roh
keluarganya. Supaya roh-roh tersebut mendapat ketenangan dialam surga. Mengingat
kuatnya tradisi pandangan hidup rahaniah yang berlatar belakang pada
kepercayaan kepada ahal-hal ghaib itu. Maka dapat dikatakan bahwa landasan
hidup religius bangsa Cina adalah dalam bentuk pemujaan-pemujaan terhadap para
leluhur (nenek moyang) yang ada di langit dan alam sekitarnya.
Manusia berdo’a pada nenek moyang atau para leluhur
mereka, karena itu dinamakan perbuatan anak lai-laki yang berbakti (Hau) pada
orang tua. Penyebahan kepada roh-roh hanya berlaku pada lingkungan keluarga
saja yang telah meninggal. Pemujaan arwah nenek moyang telah merupakan tradisi
bagi bangsa Tionghoa sejak masa sebelum Kung Fu Tze. Tradisi tersebut
dikukuhkan oleh Kong Fu Tze karena dipandangnya suatu sumber azasi bai
nilai-nilai lainnya.
Menurut kepercayaan, ibu-bapak yang telah meninggal
tetap hidup berkelanjutan dan tetap mengawasi turunannya. Perembahan makanan
pada waktu-waktu tertentu itu bukan bersifat korban tebusan, tetapi perlambang
santap bersama yang dipandang sakral.
D. Sekte-sekte Agama Kong Hu Cu
Ada banyak sekte-sekte dalam agama
ini, yang kemudian sekte-sekte tersebut memiliki pandangan berbeda dalam
memahami hubungan antar manusia, misalnya Menurut Meng Tsu sifat dasar manusia
itu dapat rusak sebagai akibat dari adanya hubungan hidup yang kasar . ia
mengatakan bahwa seorang pria adalah seorang yang tidak kehilanganhati sebagai
seorang anak yang amsih kecil, dan ahati anak kecil itu adalah merupakan
lambing atau sumber dari semua sumber yang baik dari sifat dasar manusia, yang
harus selalu dipegang teguh. Sekalipun demikian sayangnya di dalam hidup ini,
jika anjing atau ayam kita hilang, kita selalu berusaha mencarinya, tetapi
sedikit sekali dari kita yang mau berusaha untuk memperoleh kebajikan kita yang
wajar. Dalam hal pemerintahan Meng Tsu mendukung penuh ajaran gurunya Kong Hu
Cu , bahwa pemerintah yang baik itu bukan bergantung pada kekuatan tanpa peri
kemanusiaan, tetapi pada teladan yang baik dari penguasa. Untuk mencapai
pemerintahan yang baik itu katanya peranan rakyat yang penting diikutsertakan
dalam pemerintahan. Rakyat bukan hanya sekedar akar dan dasar bagi
pemerintahan, tetapi juga merupakan peradilan terakhir bagi pemerintah.
Berbeda dengan Meng Tsu yang menjadi
penganjur ajaran Kong Hu Cu yang ideal, maka Hsun tsu menjadi penganjur ajaran
gurunya yang realistic. HSun Tsu adalah seorang yang tidak percaya pada adanya
Tien (surga) sebagai pribadi Tuhan. Menurut pendapatnya Tien itu adalah
hukum alam yang tidak berubah, seperti
halnya bintang-bintang,dan lainnya., adalah ketentuan hukum yang besar. Manusia
itu kata Hsun Tsu bukanlah Tien yang bertanggung jawab atas kehidupannya,
ataupun kebahagiaan dan bencana alam yang dialaminya. Jadi apabila sandang pangan tersedia cukup
dan dimanfaatkan secara ekonomi, tidaklah surge akan membuat Negara miskin.
Begitu pula apabila rakyat terus menerus menggunakan tenaganya dengan memadai
sesuai dengan musim, tidaklah surge akan menimpa kehidupan rakyat, dan begitu
juga jika Tao diikuti dan ridak terjadi penyimpangan-penyimpangan, maka surge
tidak akan mendatangakn kemalangan.
Jadi Hsun Tsu menolak semua yang
sifatnya tahayul, seperti ilmu firasat atau ramalan nasib, dan ia juga
mempersoalakan kemanjuran tentang doa-doa permohonan. Ia juga mengkritik Meng
Tsu, menurunya sifat dasar manusia itu jahat dan kebaikan tu diperoleh dari
lingkungan.
KESIMPULAN
Agama Konghucu adalah agama yang dibawa oleh seorang
ahli filsafat Cina yang terkenal sebagai orang pertama pengembang sistem
memadukan alam pikiran dan kepercayaan orang Cina yang mendasar. Ajarannya menyangkut kesusilaan
perorangan dan gagasan bagi pemerintahan agar melaksanakan pemerintahan dan
melayani rakyat dengan teladan perilaku yang baik. Dalam mengajarkan
ajaran-ajarannya ia tidak suka mengkaitkan dengan paham ketuhanan, ia menolak
membicarakn tentang akhirat dan soal-soal yang bersifat metafisika, ia hanya
seorang filosof sekuler yang mempermasalahkan moral kekuasaan dan akhlak
pribadi manusia yang baik.
Mengenai konsep ketuhanan dalam agama Konghucu Tuhan
itu tidak dapat diperkirakan dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang
tanpa Dia. Dilihat tiada nampak, didengar tidak terdengar, namun dapat
dirasakan oleh orang beriman. Tuhan dalam ajaran Konghucu sering disebut Thian
atau Tee, yang artinya Tuhan Yang Maha Besar atau Tuhan Yang Maha Menguasai Langit
dan Bumi. Selama masa penyebaran dan perkembangannya agama Konghucu berhasil
menyebarluas hingga ke Indonesia dari mulai masa penjajahan, kemerdekaan, orde
baru hingga era reformasi.
Kitab suci agama Konghucu terdapat 3 kelompok, yakni: Su Si / Shi Su (Empat Buku), Ngo King (Lima Kitab) dan Hauw King / Xiao
Jing (Kitab Bakti). Secara substansial kitab-kitab suci tersebut
merupakan sumber dari ajaran Konghucu yang oleh pengikutnya dijadikan pedoman
dan acuan dalam pemikiran, tingkah laku, dan kepercayaan. Kitab suci dianggap
sebagai wahyu dari Thian (Tuhan) yang diturunkan kepada mereka yang dianggap
sebagai nabi. Kumpulan wahyu tersebut oleh para tokoh agamanya telah diteliti
dan dibukukan menjadi kitab suci. Apabila dikelompokkan, esensi kitab-kitab suci
tersebut di atas meliputi metafisika, etika, dan upacara peribadatan.
Konghucu mengembangkan ajaran-ajaran tentang ketuhanan
, keimanan , dan tentang kehidupan setelah kematian. Salah satu contoh
ajarannya bahwa menurut kepercayaan, ibu-bapak yang telah meninggal tetap hidup
berkelanjutan dan tetap mengawasi turunannya. Perembahan makanan pada
waktu-waktu tertentu itu bukan bersifat korban tebusan, tetapi perlambang
santap bersama yang dipandang sakral.
Demikian mengenai sekte-sekte dalam agama. Konghucu
pun memilikinya seperti sekte Hsun Tsu yang menolak semua yang sifatnya
tahayul, seperti ilmu firasat atau ramalan nasib, dan ia juga mempersoalakan
kemanjuran tentang doa-doa permohonan. Ia juga mengkritik Meng Tsu, menurunya
sifat dasar manusia itu jahat dan kebaikan tu diperoleh dari lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
____________, Etika Konfusius dan Akhir Abad Ke 20, Solo, Matakin, 1991
Buanadjaya, Sidartanto, Ru Jiao, Agama Khonghucu, Solo, Matakin, 2002
Tedjo, Tony, Mengenal
Agama Hindu, Buddha dan Khonghucu, Bandung, Agape, 2008
Nahrawi, Nahar, Memahami Kong Hu Cu sebagai Agama: Jakarta,
2003,
Wasim,Alef, dkk. Agama-agama Dunia. Yogyakarta, PT. HANINDITA, 1988
Hadikusuma, Hilman Antropologi Agama I, Bandung,
PT Citra Adtya Bakti, 1993, cet. I
Ahmadi, Abu, Perbandingan Agama, Jakarta,
PT Rineka Cipta, 1991, cet. XVII
Mathar, Qosim, Sejarah,Teologi, Dan Etika
Agama-agama, Sleman, Pustaka Pelajar, 2003
Buku kenangan MUNAS XVI
MATAKIN & Peresmian kelenteng Kong Miao TMII,
Jakarta: Matakin 2010, hlm 27
Sidartanto Buanadjaya. Ru Jiao, Agama Khonghucu, Solo: Matakin, 2002, hlm 9
Tony Tedjo. Mengenal
Agama Hindu, Buddha dan Khonghucu, Bandung: Agape, 2008, hlm 115
Tjie Tjay Ing. Etika Konfusius dan Akhir Abad Ke 20, Solo: Matakin.1991, hlm 86